Indonesia merupakan negara maritim dengan luas pesisir pantai terpanjang
di dunia. Berdasarkan survei Direktur Jenderal Kelautan Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil (KP3K), luas laut Indonesia mencapai 5,8 juta
kilometer dengan panjang garis pantai hingga 95.181 kilometer. Dengan
fakta itu, seharusnya Indonesia mampu menghasilkan garam dalam jumlah
berlimpah. Namun, negeri dengan panjang garis pantai terbesar keempat
dunia ini, hanya menempati urutan ke 30 dalam jajaran negara produsen
garam dunia.
Sejak zaman dahulu industri garam Indonesia telah tersebar hampir di
seluruh wilayah. Dahulu perladangan garam di Indonesia dilakukan dalam
skala kecil, karena kebutuhan dan jumlah konsumennya pun masih sedikit.
Berawal dari pertanian di ladang-ladang garam secara tradisional,
industri garam Indonesia terus berkembang hingga menjadi salah satu
bidang industri yang memberi penghidupan bagi banyak masyarakat di
seluruh Indonesia, hal ini disebabkan oleh semakin meningkatnya
kebutuhan garam.
Luas tambak garam di Indonesia sekitar 30.786 hektar dan terletak di
berbagai tempat di Indonesia, terbesar di pulau Jawa dan Madura. Dari
data kementrian kelautan dan perikanan terdapat tambak garam di pulau
Jawa seluas 10.231 ha (Jawa Timur di luar Madura 6.904 ha, Jawa Tengah
2.168 ha dan Jawa Barat 1.159 ha) dan di pulau Madura 15.310 ha. Garam
juga dihasilkan di Provinsi Nusa Tenggara Barat 1.155 ha, Sulawesi
Selatan 2.205 ha, Sumatera dan lain-lainnya 1.885 ha.
Yang menjadi keprihatinan banyak pihak adalah negara bahari ini
setiap tahunnya harus impor garam. Menurut data Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KPP), pada tahun 2012 sebenarnya Indonesia sudah mencapai
titik swasembada garam rakyat. Sebab petani garam Indonesia telah
berhasil memproduksi 2,2 juta ton garam konsumsi. Menteri Kelautan dan
Perikanan, Sharif C. Sutardjo mengatakan, produksi sebesar itu
sebenarnya telah melampaui target di 2012, yakni sebesar 1,32 juta ton.
Surplus produksi garam hingga 153 persen ini, mendorong KPP untuk
menghentikan impor garam di tahun 2013.
Namun, yang terjadi di lapangan tidaklah demikian. Berdasarkan data
Badan Pusat Statistik (BPS) terdapat 665,4 ribu ton garam impor yang
masuk ke tanah air dari Januari hingga April 2013. Total dana yang
dikeluarkan untuk membeli garam impor tersebut sebesar US$ 30,4 juta.
Tragisnya, salah satu dari lima terbesar negara yang memasukkan garam ke
Indonesia terdapat Singapura. Negara dengan bentang pantai yang jauh
lebih kecil dibandingkan Indonesia ini berhasil melakukan beragam
terobosan teknologi dalam produksi garam industri. Singapura mampu
membuat Indonesia tunduk dengan memasukkan 6,3 ton garamnya ke negeri
ini dalam triwulan pertama 2013 senilai US$ 52,5 ribu.
Dengan demikian, aneh sekaligus malu ketika rakyat mengetahui bahwa
bangsa yang 2/3 wilayahnya merupakan lautan ini harus terus-terusan
mengimpor garam. Dibutuhkan peran dan keseriusan pemerintah dalam
mengatasi persoalan impor ini melalui subsidi, teknologi, riset, dan
pengembangan serta proteksi harga dan pengawasan impor yang ketat.
Indonesia harusnya dijadikan pemerintah sebagai eksportir garam, bukan
importir seperti sekarang, apalagi impor dari Singapura yang banyak
mengambil pasir dari wilayah Indonesia.
“Masak Indonesia sebagai negara maritim harus impor garam. Saya
berharap impor garam distop,” kesal MS Hidayat, Menteri Perindustrian
yang juga mantan Ketua Kamar Dagang Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar