Senin, 01 Juli 2013

Ironi Negara Bahari Yang Terus Impor Garam


Indonesia merupakan negara maritim dengan luas pesisir pantai terpanjang di dunia. Berdasarkan survei Direktur Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K), luas laut Indonesia mencapai 5,8 juta kilometer dengan panjang garis pantai hingga 95.181 kilometer. Dengan fakta itu, seharusnya Indonesia mampu menghasilkan garam dalam jumlah berlimpah. Namun, negeri dengan panjang garis pantai terbesar keempat dunia ini, hanya menempati urutan ke 30 dalam jajaran negara produsen garam dunia.


Sejak zaman dahulu industri garam Indonesia telah tersebar hampir di seluruh wilayah. Dahulu perladangan garam di Indonesia dilakukan dalam skala kecil, karena kebutuhan dan jumlah konsumennya pun masih sedikit. Berawal dari pertanian di ladang-ladang garam secara tradisional, industri garam Indonesia terus berkembang hingga menjadi salah satu bidang industri yang memberi penghidupan bagi banyak masyarakat di seluruh Indonesia, hal ini disebabkan oleh semakin meningkatnya kebutuhan garam.
Luas tambak garam di Indonesia sekitar 30.786 hektar dan terletak di berbagai tempat di Indonesia, terbesar di pulau Jawa dan Madura. Dari data kementrian kelautan dan perikanan terdapat tambak garam di pulau Jawa seluas 10.231 ha (Jawa Timur di luar Madura 6.904 ha, Jawa Tengah 2.168 ha dan Jawa Barat 1.159 ha) dan di pulau Madura 15.310 ha. Garam juga dihasilkan di Provinsi Nusa Tenggara Barat 1.155 ha, Sulawesi Selatan 2.205 ha, Sumatera dan lain-lainnya 1.885 ha.
Yang menjadi keprihatinan banyak pihak adalah negara bahari ini setiap tahunnya harus impor garam. Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KPP),  pada tahun 2012 sebenarnya Indonesia sudah mencapai titik swasembada garam rakyat.  Sebab petani garam Indonesia telah berhasil memproduksi 2,2 juta ton garam konsumsi. Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C. Sutardjo mengatakan, produksi sebesar itu sebenarnya telah melampaui target di 2012, yakni sebesar 1,32 juta ton. Surplus produksi garam hingga 153 persen ini, mendorong KPP untuk menghentikan impor garam di tahun 2013.
Namun, yang terjadi di lapangan tidaklah demikian. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) terdapat 665,4 ribu ton garam impor yang masuk ke tanah air dari Januari hingga April 2013. Total dana yang dikeluarkan untuk membeli garam impor tersebut sebesar US$ 30,4 juta. Tragisnya, salah satu dari lima terbesar negara yang memasukkan garam ke Indonesia terdapat Singapura. Negara dengan bentang pantai yang jauh lebih kecil dibandingkan Indonesia ini berhasil melakukan beragam terobosan teknologi dalam produksi garam industri. Singapura mampu membuat Indonesia tunduk dengan memasukkan 6,3 ton garamnya ke negeri ini dalam triwulan pertama 2013 senilai US$ 52,5 ribu.
Dengan demikian, aneh sekaligus malu ketika rakyat mengetahui bahwa bangsa yang 2/3 wilayahnya merupakan lautan ini harus terus-terusan mengimpor garam. Dibutuhkan peran dan keseriusan pemerintah dalam mengatasi persoalan impor ini melalui subsidi, teknologi, riset, dan pengembangan serta proteksi harga dan pengawasan impor yang ketat. Indonesia harusnya dijadikan pemerintah sebagai eksportir garam, bukan importir seperti sekarang, apalagi impor dari Singapura yang banyak mengambil pasir dari wilayah Indonesia.
“Masak Indonesia sebagai negara maritim harus impor garam. Saya berharap impor garam distop,” kesal MS Hidayat, Menteri Perindustrian yang juga mantan Ketua Kamar Dagang Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar